19 September 2005

Ada KLB Flu Burung di Indonesia!

Kematian Iwan Siswara Rafei dan dua putrinya bulan Juli lalu masih hangat dalam ingatan kita. Waktu itu pihak Departemen Kesehatan diberitakan sudah memeriksa contoh darah Iwan sekeluarga, tetangga, dan kerabatnya akan kemungkinan terjangkiti virus Flu Burung (Avian Influenza). Contoh darah mereka dikirim ke Laboratorium rujukan di Hongkong.
Hasilnya, memang Iwan Siswara Rafei dan dua putrinya meninggal karena Flu Burung. Namun demikian, setelah dilakukan investigasi epidemiologis, tidak diketahui sumber penularannya pada keluarga Iwan. Depkes pun kemudian mengakhiri penyelidikan kasus ini tanpa menghasilkan kesimpulan darimana datangnya si Flu Burung yang merenggut nyawa ketiga korban tersebut. Case closed (temporarily).
Setelah sekian minggu masalah Flu Burung terkubur diantara keriuhan berbagai permasalahan Indonesia lainnya, Flu Burung kembali diumumkan sebagai penyebab kematian Rini Dina di Jakarta. Kemudian kasus ini menjadi lebih hangat lagi dengan berita ditutupnya KB Ragunan karena belasan satwanya diindikasikan terkena Flu Burung. Bahkan kemudian dikabarkan ada beberapa ekor ayam yang dijual di pasar burung Jakarta positif terkena virus jahat ini.
Kemudian hari Senin (19/09/05), Menteri Kesehatan lewat media massa menetapkan kasus Flu Burung sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sebuah pernyataan yang sedikit menyeramkan mengingat penetapan status Kejadian Luar Biasa ini kadang agak sungkan dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya pada kasus demam berdarah yang banyak marak di beberapa kota di Indonesia, walau sudah menelan puluhan bahkan ratusan jiwa manusia, status KLB masih kadang tidak diterapkan.
Lalu mengapa sekarang jadi KLB? Korbannya baru empat orang (keluarga Iwan Siswara dan Rini Dina)!
Jiwa manusia tidak ternilai harganya. Kehilangan satu nyawa pada dasarnya tidaklah bisa digantikan dengan uang berapapun nilainya. Dengan demikian bukankan sudah sepantasnya status KLB dikeluarkan?
Flu Burung disebabkan oleh beberapa jenis virus yang pada awalnya hanya menyerang hewan unggas dan babi. Baru pada tahun 1997 diketahui terjadi penularan strain H5N1 virus flu burung (avian influenza) pada manusia, dimana 18 orang dinyatakan positif terinfeksi dan 6 orang diantaranya meninggal dunia. Studi genetik membuktikan bahwa virus yang ada di korban identik dengan virus yang ada di hewan yang terifeksi. Investigasi menyimpulkan bahwa kontak langsung manusia dengan hewan terinfeksi flu burung adalah menjadi media berpindahnya flu burung pada manusia.
Beruntung pemerintah Hongkong bertindak cepat dengan memusnahkan 1.5 juta unggas yang ada di Hongkong dalam waktu hanya tiga hari. Tindakan ini, dan juga langkah medis yang diambil, secara dramatis mengurangi kemungkinan timbulnya transmisi virus burung secara massal, dan bahkan kemudian meredakan kasusnya sehingga tidak menjadi pandemi.
Setelah kasus ini, kasus flu burung pada manusia muncul kembali di Hongkong pada tahun 2003. Bahkan flu burung diketahui pula telah melintas batas negara dengan ditemukannya beberapa kasus di Vietnam, Korea dan Belanda. World Health Organisation (WHO) sebagai lembaga yang mempunyai otoritas kesehatan di seluruh dunia telah bertindak cepat dengan menerjunkan tim yang meneliti berbagai aspek penyebaran kasus flu burung ini. WHO juga telah mengeluarkan berbagai petunjuk, guidelines, dan prosedur dalam menyingkapi munculnya kasus ini.
Kekhawatiran besar para ahli kesehatan dunia adalah kemungkinan Flu Burung meluas penyebarannya dan menjadi pandemi tidak terkendali. Sama seperti kasus SARS yang lalu misalnya dimana terjadi kepanikan hampir di seluruh dunia.
Tanpa flu burung saja, pandemi flu 'biasa' dapat menimbulkan berbagai masalah besar. Pada awal abad ke 20 misalnya, telah terjadi pandemi influenza luar biasa yang diperkirakan menelan korban 40-50 juta jiwa di seluruh dunia. Pandemi yang sama terjadi lagi pada akhir dekade 50-an dan 60-an.
Pada strain H5N1, flu burung diketahui dapat berpindah host-nya dari unggas dan babi kepada manusia. Penularan virus strain ini dari manusia ke manusia lain sampai saat ini masih belum menjadi kehawatiran. Namun demikian, dengan semakin banyaknya kasus penularan virus burung ke manusia ditengarai dapat meningkatkan interaksi antara gen virus flu burung dengan gen flu biasa yang banyak dialami manusia. Interaksi ini dikhawatirkan dapat menimbulkan jenis flu baru yang dapat menularkan manusia lainnya, yang dapat berdampak buruk secara umum, bahkan global.
Tanpa upaya surveilans dan penanggulangan yang tepat, flu burung bisa merajalela di Indonesia. Pergerakan manusia, produk unggas, dan migrasi unggas secara natural memungkinkan persebaran virus ini. Mudahnya transportasi lokal, regional, dan internasional lebih memungkinkan lagi pergerakan virus tersebut pada area yang lebih luas.
Dengan dikonfirmasikannya kasus-kasus flu burung di Indonesia, sudah pasti virus tersebut ada dan menghinggapi unggas Indonesia. Upaya cepat dan tepat untuk menanggulanginya sangat diharapkan dari pihak yang berwenang, dalam hal ini Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Kesehatan.
Mengingat sampai saat ini penularan virus flu burung dari manusia ke manusia lain belum/tidak ditemukan, upaya pemberantasannya adalah dengan mengeliminasi host virus ini sampai ke manusia. Implikasinya memang berat, yaitu dengan memusnahkan kawanan ternak unggas, dan hewan-hewan lain yang dicurigai telah terinfeksi strain virus ini. Pemusnahan ini tentunya akan sangat memukul industri perunggasan di Indonesia dan juga sektor jasa makanan yang terkait dengannya.
Potensi kerugian dari peternak, pengusaha sektor makanan dan karyawannya akibat kemungkinan pemusnahan hewan ternak ini memang besar. Tapi mungkin lebih besar lagi kerugiannya apabila sampai terjadi pandemi flu burung di Indonesia, atau di dunia.
Jadi memang saat ini sudah KLB Flu Burung! Jangan tunggu nanti-nanti!