22 June 2005

Berhaji ala Jamaah Inggris (4) - Mabrurkah Haji kita?

Bagian 4 :

Mekah- Madinah - Jedah - London

Saya terbangun di sore hari setelah badan tertidur pulas akibat letih berjalan dari Mina ke penginapan kami di Mekah hari itu. Sudah selesaikah saya menjalankan perintah Allah rukun Islam yang kelima? Sudah hajikah saya?

Alhamdulillah, semua rukun dan wajib haji sudah kami jalani. Mulai dari bersiap ihram, berniat, menjauhi larangan ihram, berumrah, wukuf, melontar jumrah, dan bertahalul sudah kami jalani semua. Karena kami mengambil haji Tamattu (umrah dahulu baru berhaji) kami pun sudah membayarkan dam berupa menyembelih seekor hewan kurban, yang pelaksanaannya kami percayakan pada tuan rumah kami selama di Mekah. Tinggal kami pasrah dan ridha bagaimana Allah memberi penilaian kami melaksanakan ibadah haji. Tidak ada seorangpun yang bisa menilainya, kecuali Ia semata.

Sebelum berangkat, banyak orang mendoakan agar haji kami Mabrur adanya. Mabrur dalam arti bahwa ibadah kami diterima Allah dan kemudian kami selalu berusaha meningkatkan keimanan, takwa dan ibadah kami pada Allah lebih dari saat kami belum berangkat haji. Semua itu tentu saja dalam rangka mengejar janji Rasulullah SAW "Haji mabrur itu, tidak ada balasan baginya melainkan surga".

Jadwal kami setelah selesai wukuf, mabit di Muzdalifah dan Mina, serta melontar jumrah adalah pergi ke Madinah untuk shalat di Masjid Nabawi, Masjid Quba, serta menziarahi tempat-tempat bersejarah lain di kota Madinah. Namun kami masih mempunyai beberapa hari luang di Mekah, yang kemudian kami manfaatkan untuk shalat, mengaji, dan i'tikaf di Masjidil Haram.

Bahkan, kami masih menyempatkan diri pergi ber-umrah sekali lagi. Kali ini kami melakukannya dengan mengambil Miqat dari masjid Tan'im persis luar tanah Haram. Kali ini umrah kami jauh lebih lancar karena kami sudah terbiasa mengenakan pakaian ihram, dan sudah hapal lika-liku Masjidil Haram. Umrah ini kami niatkan untuk memperbaiki hal-hal yang kurang dari pelaksanaan umrah dan haji tamattu kami kemarin. Ada juga anggota jamaah kami yang berumrah karena dimintakan oleh sahabatnya, untuk menggantikannya yang tidak bisa pergi berumrah dan haji tahun ini.

Kami pun menyempatkan diri berdoa di tempat yang mustajab di Masjidil Haram, yaitu di Multazam (tempat antara pintu Ka'bah dan Hajar Aswad). Karena masih padatnya suasana pada hari-hari tersebut, kami tidak bisa terlalu mendekati tempat itu, sehingga kami shalat dan berdoa di area yang menghadap Multazam, di tempat yang aman dan tidak mengganggu orang lain yang juga beribadah.

Hingga tiba tanggal 14 Dzulhijjah (5 Pebruari 2004), dimana kami akan meninggalkan Mekah menuju Madinah. Sebelum berangkat, kami berangkat ke masjidil Haram untuk Tawaf Wa'da (perpisahan). Tawaf ini relatif lebih mudah dibandingkan dengan tawaf-tawaf kami sebelumnya. Kelenggangan tempat tawaf di lantai dasar Masjidil Haram membuat kami mempunyai kesempatan untuk mendekati bangunan Ka'bah dan menikmati keanggunannya. Namun demikian, tempat-tempat mustajab seperti Multazam, pintu Ka'bah dan Hajar Aswad, tetap dipenuhi oleh jamaah yang ingin mendekatinya. Kamipun tidak terlalu memaksakan diri mendekati tempat-tempat tersebut.

Rasanya berat hati kami untuk meninggalkan Masjidil Haram, dan melihat rumah Allah untuk terakhir kalinya. Walau niat hati dan doa kami terpanjatkan agar kami dapat kembali lagi bersimpuh di depan Ka'bah diwaktu mendatang, namun hanya Allah-lah yang tahu berapa panjang kesempatan kita hidup di dunia ini. Mungkin saja inilah kesempatan terakhir kami untuk melihat rumah Allah secara langsung.

Setelah itu, kami bersiap dan berkemas, sambil saling mencatat alamat dengan jamaah lain di luar rombongan kami yang juga tinggal di penginapan yang sama. Siapa tahu persaudaraan kami selama ini dengan mereka dapat terus disambung di tanah air, walaupun kami masih harus kembali berjuang di Inggris dulu sebelum bisa berkiprah kembali di tanah air. Foto-foto pun diambil sebagai bahan yang mudah-mudahan bisa membawa kenangan kami kembali ke masa kami di Mekah ini.

Sore hari, berangkatlah seluruh rombongan kami dengan kendaraan sewaan ke kantor maktab, untuk mengurus paspor dan surat jalan bagi kami. Setelah urusan di sana beres, kami pergi ke stasiun bus untuk pergi ke Madinah dengan kendaraan yang disiapkan pemerintah Arab Saudi.

Rombongan kami yang 16 orang ternyata digabung dengan jamaah lain dari berbagai negara. Di atas bus, kami dibagikan air Zamzam yang dimasukkan dalam botol air mineral secara gratis. Alhamdulillah, ini bisa dipakai sebagai 'back up' persediaan air Zamzam yang sudah kami masukkan ke dalam beberapa jerigen.

Perjalanan ke Madinah terasa cukup nyaman, walaupun mengambil waktu lebih dari 6 jam. Tak dinyana kami ternyata menghadapi masalah di terminal penerimaan jamaah Haji di Madinah. Sewaktu kami tiba di sana sekitar pukul 8 pagi, sudah ada puluhan bahkan ratusan bus yang parkir di sana menunggu selesainya pengurusan paspor serta surat jalan. Kamipun terpaksa menunggu di dalam bus selama pengurusan administrasi tersebut. Saya pribadi memanfaatkan waktu itu untuk tidur karena memang tidak ada yang bisa dikerjakan di dalam bus selain tidur.

Setelah selesai shalat Jumat yang diadakan di terminal bus itu, barulah kami mendapatkan clearance untuk pergi ke penginapan kami. Itu berarti untuk urusan administratif paspor saja kami harus menunggu hampir 6 jam lamanya.

Kota Madinah dilihat dari atas bus jauh berbeda dari kota Mekah. Kota itu terasa lebih sejuk, baik dari sisi iklim maupun dari cara kehidupan penduduknya. Pemandangan kota ini didominasi oleh menara masjid Nabawi, dan kuburan Baqi yang ada di sampingnya. Di sekeliling masjid Nabawi berdiri hotel-hotel yang tertata jauh lebih rapi bila dibandingkan dengan kota Mekah.

Penginapan kami adalah sebuah hotel kecil di ujung jalan kecil yang penuh disesaki toko-toko yang menjual berbagai produk. Berbelanja di Madinah sangatlah mudah, karena hampir seluruh pedagang dapat berbahasa Indonesia, minimal dapat mengerti angka-angka dalam bahasa Indonesia. "Lima real, murah" adalah kata-kata yang akrab di telinga kami. Bahkan petugas di sebuah money changer adalah orang Indonesia yang dengan ramah melayani kami menukar mata uang poundsterling ke Saudian Riyal. Beruntunglah kami yang berangkat dari Inggris karena sekarang ini mata uang Poundsterling sedang menguat tinggi kurs-nya bila dibandingkan dengan dolar Amerika atau mata uang lainnya. Jadi dengan uang yang relatif sedikit (untuk ukuran Inggris) kami bisa berbelanja banyak, atau jajan makanan di restoran dengan biaya yang menurut kami murah sekali. Bayangkan saja, semangkuk bakso ala Indonesia di Madinah dihargai sebesar 5 real, dan itu bila dikurskan nilainya hanya kurang dari 1 poundsterling. Di Inggris, mana bisa kami beli makanan enak siap santap dengan uang sebesar 1 poundsterling?

Berbagai makanan Indonesia bisa kami dapatkan di tempat yang tidak terlalu jauh dari masjid Nabawi. Perjalanan kami pergi haji ini memang serasa bagaikan tetirah berwisata ke luar kota untuk menikmati makanan yang sangat sulit dirasakan di Inggris. Sop kaki kambing, gule, rendang, sate, bakso, dan bahkan tempe goreng dapat dengan mudah dinikmati di Madinah ini. Bahkan kami memaksakan diri untuk dapat membawa beberapa potong tempe segar, bahan sayur asam, dan bakso berdaging halal beku untuk dibawa kembali ke Inggris. Maklum, makanan seperti itu di Inggris adalah sebuah kenikmatan lezat yang sulit dicari di toko manapun.

Tujuan utama kami di Madinah adalah beribadah di masjid Nabawi, berziarah ke makam Rasulullah, dan tempat-tempat lainnya. Alhamdulillah, letak hotel kami yang tidak terlalu jauh dari masjid sangat membantu mudahnya proses kami berangkat ke masjid setiap masuk waktu shalat wajib.

Bila kita berada di dalam masjid Nabawi, kesejukan dan keramahan masjid itu sangatlah terasa. Kesejukan yang terpancar bukan saja berasal dari sarana penyejuk udara yang dipasang integrated di tiang-tiang masjid, tapi juga dari desain bangunan dan atmosfir di dalam masjid itu sendiri. Petugas masjid juga sangat ramah dan efisien menjalankan tugasnya mengatur jamaah agar semua mendapatkan tempat untuk shalat di masjid itu.

Di dalam masjid terdapat kawasan yang disebut Raudhah, yaitu tempat yang saat ini diberi batas berupa kain putih di dekat tempat imam memberikan khutbah. Sebenarnya, lokasi Raudhah adalah di antara makam Rasulullah dengan mimbar masjid, yang luas areanya tidaklah begitu besar. Tempat itu pernah disebut Rasulullah sebagai bagian dari taman yang ada di Surga. Karena itu, dekorasi di sekitar tempat itu dihiasi oleh motif bunga yang berwarna sejuk, dengan karpet berwarna putih kecoklatan yang berbeda dengan kawasan lain di masjid Nabawi.

Raudhah tidak pernah sepi dari orang yang ingin shalat dan berdoa di dalamnya. Walau berdesak-desak dan antri menunggu tempat sedikit longgar untuk dapat shalat di dalamnya, banyak orang tetap bersikeras untuk dapat masuk ke tempat itu. Memang jika kita shalat di dalamnya, hati terasa damai, seakan kita berada dekat sekali dengan Rasulullah, di taman yang dijanjikan Allah sebagai balasan orang-orang yang beriman pada-Nya.

Keluar dari Raudhah, kita akan melewati ruangan berwarna hijau yang merupakan makam Rasulullah Muhammad SAW, beserta dua orang khulafaur rasyidin sahabat nabi yaitu Abu Bakar RA dan Umar bin Khatab RA. Di sana jamaah mengucapkan salam kepada Rasulullah, dan juga kepada kedua sahabatnya. Assalamu'alaika ayyuhannbiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera dan rahmat Allah semoga dilimpahkan padamu ya Rasulullah. Assalamu'alaika ya Abu Bakr, Assalamu'alaika ya Umar.

Selepas shalat Subuh, pintu kuburan Baqi di sisi masjid Nabawi dibuka, dan kami dapat berziarah ke sana. Mungkin sudah jutaan orang yang dikuburkan di sana sejak dari zaman Rasulullah SAW, termasuk khalifah Usman, para istri Rasulullah, dan kerabat-kerabat lainnya. Di sana dikebumikan pula jenasah orang yang meninggal di Madinah selama musim haji. Dengan ziarah kubur, kita bisa lebih menghayati bahwa akhir kehidupan manusia adalah kematian, jasad yang kita tinggalkan akan hancur di dalam tanah kembali menyatu dengan asal mula jasad kita.

Ziarah ke Masjid Quba, juga sangat disarankan untuk dilakukan sewaktu kita di berada di Madinah. Masjid Quba adalah masjid pertama yang didirikan oleh Rasulullah SAW. Masjid ini sedemikian pentingnya sehingga Rasulullah bersabda bahwa orang yang berniat berwudhu dari rumahnya, dan pergi shalat di masjid Quba, pahalanya akan setara dengan pahala orang yang mengerjakan umrah. Bahkan masjid ini juga disebutkan dalam Al Qur'an sebagai masjid yang dibangun berdasarkan Takwa (QS 9:108).

Tempat lain yang bersejarah dalam Islam adalah masjid Qiblatain, yaitu tempat ketika Rasulullah mendapat wahyu dari Allah untuk memindahkan arah kiblat dari masjidil Aqsa di Palestina ke masjidil Haram di Mekah. Untuk itu masjid itu diberi nama masjid Qiblatain yang berarti masjid dengan 2 kiblat.

Di dekat kota Madinah juga terletak bukit Uhud, tempat dimana perang Uhud terjadi, dimana kemenangan pasukan muslim yang sudah di depan mata dapat hilang karena ketamakan untuk mendapat harta rampasan perang. Di sisi lain dari kota Madinah terdapat tempat perang Khandak (parit), yang mungkin kita pernah mendengar cerita penghianatan kaum Yahudi Madinah terhadap Rasulullah SAW sehubungan dengan perang itu.

Demikianlah, waktu 3 hari di kota Madinah kami manfaatkan sebaik-baiknya untuk beribadah di masjid Nabawi, berziarah, serta tak lupa membeli oleh-oleh untuk teman-teman di Inggris dan Indonesia. Terbayang di benak kami teman-teman dari berbagai bangsa di kota kami yang turut memperhatikan dan mendoakan keberangkatan kami beribadah Haji. Perhatian ini bahkan muncul pula dari tetangga dan teman-teman kami yang bukan beragama Islam. Bahkan seorang tetangga saya warga negara Israel sangat antusias atas keberangkatan kami berhaji. Oleh-oleh itu kami niatkan untuk mereka nanti, sebagai tanda terima kasih kami atas perhatian dan bantuan mereka kepada keluarga kami.

Semua sahabat di Inggris menawarkan berbagai bantuan pada kami, mulai dari menjaga dan mengantar sekolah kedua anak kami yang terpaksa ditinggal di rumah karena tidak mungkin diajak serta ke tanah Arab, sampai pada tawaran untuk membelikan belajaan di supermarket secara rutin. Kebetulan ibu mertua saya sanggup datang sendirian dari Indonesia ke Inggris, khusus untuk menjaga anak-anak di rumah. Upaya orang tua yang kami muliakan ini sangatlah patut dihargai, karena ini adalah kali pertama beliau tinggal di negeri asing, apalagi di musim dingin, untuk menjaga kedua anak kami yang masih kecil-kecil yang sedang senang-senangnya memamerkan kemampuan mereka berbahasa Inggris bahkan pada neneknya sendiri.

Teman-teman lain saya mintakan untuk dapat bergiliran tinggal di rumah kami untuk membantu ibu mertua saya itu menjaga rumah dan kedua anak kami. Kebaikan teman-teman itu rasanya sulit diukur dengan nilai duniawi. Semoga Allah dapat membalas kebaikan hati semuanya, dan dapat memberikan rejeki dan umur yang cukup bagi mereka untuk memenuhi panggilan-Nya pergi haji.

Kami sangat bersyukur karena telah dapat memenuhi perintah Allah sekali seumur hidup ini dikala usia kami masih muda, kondisi fisik mencukupi, dan kemudahan waktu yang relatif mudah diatur. Terbayang kesulitan yang kami lihat dari banyak jamaah haji yang berangkat di waktu umur sudah tidak muda lagi, menjalankan ibadah haji yang banyak menuntut kekuatan fisik. Kesibukan saya sebagai mahasiswa riset juga mudah diatur dengan pembimbing di kampus. Pekerjaan part-time saya di sebuah nursing home bagi penyandang cacat mental dan pekerjaan istri saya di sebuah rumah sakit dapat pula dimintakan cuti dengan mudah.

Hingga tiba saatnya kami harus meninggalkan Madinah menuju Jedah, untuk kembali ke London dengan Egypt Air. Dengan bus pemerintah Saudi kami berangkat ke Jedah, dan kali ini tidak terlalu banyak hambatan yang kami rasakan. Hal terberat mungkin adalah sempitnya kursi di bus ini relatif dengan bus-bus terdahulu yang pernah kami tumpangi.

Kami pun sampai di terminal haji Jedah hari Senin, 18 Dzulhijjah atau 9 Pebruari 2004. Karena kami sampai di airport 6 jam lebih awal dari waktu keberangkatan pesawat, kami dialihkan untuk dapat naik pesawat yang berangkat lebih dahulu daripada yang tertera di tiket pesawat kami. Dengan tergesa-gesa kamipun memasukkan bagasi ke check in counter dan bergegas masuk ke boarding room.

Di bandara Cairo , kami harus transit selama lebih dari enam jam untuk menunggu pesawat ke Heathrow, London. Karena menunggu lama di airport, kami mendapat kesempatan dari Egypt air untuk menikmati keindahan Pyramid, Sphinx dan sungai Nil di kota Cairo. Alhamdulillah, niat hati hanya pergi berhaji, ternyata kami mendapat kesempatan berwisata gratis ke Pyramid Giza di Mesir yang tersohor ke seluruh dunia.

Akhirnya kami dapat meninggalkan kota Cairo menuju London, untuk kembali mengarungi kehidupan kami masing-masing di negeri orang. Anggota jamaah yang bekerja di Inggris akan kembali menempuh pekerjaannya, yang mahasiswa akan kembali menekuni buku-buku dan makalahnya. Saya sendiri harus kembali menekuni riset dan menuliskan hasilnya yang selama ini agak tertinggal dalam sisa waktu yang masih tersisa. Mohon doa agar kami dapat menyelesaikan segalanya dengan baik, dan kembali ke Indonesia untuk kembali berkiprah di bumi pertiwi.

Haji yang mabrur adalah impian kami, dan tentu pula impian setiap orang yang berangkat haji. Tiada harapan lain selain dari harapan agar keseluruhan ibadah kami diterima oleh Allah, dan kami menjadi Haji yang mabrur, yang akan terus beristiqamah menjalankan perintah Allah dan Rasulullah, serta menjauhi segala laranganNya. Insya Allah.


Selesai.