08 May 2004

Irak, Palestina dan Politik Luar Negeri Indonesia

Jika anda mendapat kesempatan berkunjung ke luar negeri, sempatkanlah bertanya pada orang yang tidak anda kenal sebelumnya tentang kesan mereka pada Republik Indonesia. Kemungkinan besar jawaban mereka akan memerahkan telinga kita.

Kasus dugaan pelanggaran HAM massal di Timor-timur dan Papua, pemberontakan bersenjata di Aceh, konflik horizontal di Sampit, Maluku dan Poso, serta kerusuhan Mei 1998 adalah hal yang kemungkinan besar akan tertanam di ingatan orang luar negeri terhadap Indonesia. Belum lagi kasus pemboman saat malam Natal, pemboman di Bali serta hotel Marriot Jakarta yang membuat nama Indonesia semakin terkesan buruk.

Selama ini, pemerintah Indonesia telah mencoba ‘memadamkan’ pendapat negatif tersebut dengan cara diplomasi yang sayangnya tergolong pasif. Politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif tidak menjadi kenyataan serta tidak pula terlihat upaya Image building yang sistematif dalam rangka mengubah citra kelam kita selama ini.

Ketika ia menjabat sebagai presiden, Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan lawatan ke luar negeri dalam jumlah yang sangat besar, yang dilakukannya dalam rangka diplomasi aktif mencari dukungan internasional pada Indonesia yang baru lepas dari prahara politik dan ekonomi. Sayangnya, pada era selanjutnya upaya ini tidak dilakukan.

Hanya satu-dua kali terdengar adanya diplomasi aktif dari beberapa diplomat kita di luar negeri. Yang umum kita dengar adalah diplomasi reaktif pada setiap isu negatif yang menyorot negara kita.

Pada hampir keseluruhan kasus, pemerintah Indonesia terkesan diam dan tidak terlihat secara aktif menjaga citra Indonesia pada mata internasional. Pada kasus-kasus yang disebutkan di atas, pemerintah Indonesia terkesan kerepotan menghadapi sorotan pihak luar terhadap apa yang terjadi di bumi Indonesia. Malah ada beberapa kasus yang dimana pemerintah terkesan bereaksi berlebihan yang tidak perlu, misalnya dengan cara ‘membalas’ memberlakukan visa bagi kunjungan turis dari negara-negara yang mengenakan ketentuan visa bagi warga Indonesia.

Indonesia juga terkesan tidak berdaya dibawah tekanan beberapa negara lain. Misalnya pada kasus Hambali, warga negara Indonesia yang dikabarkan tertangkap di Thailand, ternyata ia diekstradisi ke Amerika Serikat tanpa sepengetahuan Indonesia. Apa yang kemudian kita lakukan untuk melindungi warga negara kita tersebut? Nyaris tidak ada.

Bahkan belum lama ini timbul pemberitaan yang menyatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat mencoba mempengaruhi pemerintah Indonesia untuk tidak membebaskan Ustad Abu Bakar Baasyir dari penjara, walaupun ia telah lepas dari hukuman yang ditetapkan pengadilan Indonesia.

Bisa kita lihat perbandingannya dengan negara tetangga Malaysia, yang secara aktif menggunakan menggunakan berbagai cara, termasuk juga cara komersial untuk mengkampanyekan citra positif negerinya. Mulai dari sponsorship perusahaan Petronas pada sebuah tim balap Formula 1 dan penyelenggaraan Grand Prix di Sepang, sampai kampanye besar-besaran Malaysian Airlines di luar negeri. Mahathir Muhammad, juga merupakan tokoh yang terkenal vokal di dunia internasional, yang walaupun ucapannya kadangkala bergesekan dengan kepentingan negara-negara besar, ia tetap disegani di dunia internasional.

Tentu saja kampanye meningkatkan citra negeri mereka tersebut juga dibarengi juga dengan pembenahan kondisi politik dan ekonomi di dalam negerinya. Mahathir, yang telah menyandang jabatan Perdana Menteri selama berpuluh tahun lamanya, mundur dari jabatannya secara gentleman dan menyerahkan tampuk kepemimpinan Malaysia secara demokratis. Walaupun Malaysia jauh lebih kecil area teritorial dan juga sumber daya alamnya dibanding Indonesia, namun kondisi ekonomi mereka terbukti lebih stabil.


Kasus Irak dan Palestina

Dunia internasional dalam beberapa minggu terakhir ini sedang dihangatkan oleh beberapa kasus di Irak dan Palestina. Resistensi rakyat Irak (terutama) pada pasukan Amerika Serikat di kota Falluja, Basra dan kota-kota lainnya menimbulkan pertanyaan apakah benar rakyat Irak menerima kehadiran pasukan asing di negerinya, walaupun dengan jubah alasan untuk membebaskan Irak dari kekuasaan Saddam Husein.

Sentimen negatif pada Amerika semakin terasa dengan munculnya foto-foto bukti pelanggaran HAM oleh tentara Amerika di penjara Irak. Terlihat dalam foto-foto itu perlakuan keji tentara AS pada tahanan Irak, misalnya dengan cara mengikatkan tali pada leher sang tahanan seperti (maaf) menghela seekor anjing saja. Sedemikian kuatnya efek negatif kejadian ini sehingga Presiden Bush bahkan muncul langsung di televisi negara-negara Arab untuk meredam pengaruh negatifnya.

Di Palestina, setelah ketegangan antara Israel-Palestina sempat mereda setelah adanya ‘road map to peace’, situasi menjadi genting kembali setelah terbunuhnya pemimpin Hamas Sheik Ahmed Yassin dan juga kemudian Abdel Aziz al-Rantissi. Pemerintah Israel dengan tangan besi berupaya agar penguasaan mereka atas tanah di Palestina tetap terjaga atau bahkan meluas, sedangkan para pejuang Palestina berupaya untuk membebaskan tanah mereka dari Israel. Sayang, PBB seakan-akan impoten dalam kasus ini, karena (lagi-lagi) Amerika Serikat selalu berada di belakang pemerintah Israel dengan cara mem-veto setiap keputusan yang berlawanan dengan kepentingan Israel.

Dunia internasional seakan ‘tertidur’ dengan semua kejadian ini, tidak terkecuali Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia, dan negara dengan penduduk Muslim terbesar di seluruh dunia, selayaknya Indonesia setidaknya menaruh simpati pada apa yang terjadi pada Irak dan Palestina.

Peran Indonesia di Irak sampai saat ini terbatas pada upaya sebagian kecil pihak seperti Bulan Sabit Merah Indonesia (Indonesian Red Crescent) yang mengirimkan tim medisnya ke sana. Beberapa pihak lain berupaya mengumpulkan sumbangan untuk dikirimkan pada mereka yang sedang ditimpa kesengsaraan timur tengah. Namun itu tentu saja jauh dari cukup. Pemerintah harus berbuat aktif untuk membantu rakyat Irak dan Palestina.

Walaupun kita tengah berada di tengah hiruk pikuknya Pemilu, mungkin ini saatnya bagi kita untuk mulai berkiprah kembali di dunia internasional. Rasanya tidak terlalu berat secara finansial jika kita mengirimkan 50 pasukan penjaga perdamaian ke Irak. Walaupun secara fisik tidak terlalu berarti dibandingkan dengan 135 ribu tentara AS dan 15 ribu tentara asing lainnya di Irak, secara politis hal ini akan membantu pulihnya situasi di negara tersebut. Dampak positifnya adalah mungkin negara dengan jumlah penduduk muslim besar lainnya (seperti Malaysia dan Mesir) akan mengikuti jejak kita. Hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan citra Indonesia di mata rakyat Irak, dan dunia pada umumnya. Dengan melakukan hal ini, AS, Inggris, dan negara-negara besar lainnya juga akan kembali memperhitungkan peran Indonesia di dunia internasional.

Indonesia juga bisa memainkan peran yang lebih besar bagi rakyat Palestina dengan cara lebih aktif melakukan lobi-lobi politik lewat Organisasi Konferensi Islam (OKI), atau PBB. Adalah sangat menyedihkan jika kita tidak berupaya untuk membantu terciptanya kedamaian di tanah yang merupakan tempat suci tiga agama tersebut.

Indonesia pernah berperan aktif dalam dunia Internasional. Presiden pertama kita Ir. Sukarno telah menjadi tokoh yang disegani dengan gerakan Asia Afrika-nya. Pemerintahan Suharto juga punya sisi positif dengan keterlibatan tentara Indonesia, misalnya di Bosnia Herzegovina, sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB. Indonesia pernah pula punya kontribusi aktif lewat OKI serta Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC). Semua itu adalah upaya positif yang dapat meningkatkan citra Indonesia mata internasional.

Syarat utama dalam mengubah persepsi dunia internasional pada Indonesia adalah dengan mengubah diri kita sendiri, dengan cara penegakan hukum, HAM, stabilisasi politik dan ekonomi. Namun demikian, peran aktif pemerintah dalam upaya merubah citra kita menjadi positif harus pula dilakukan dengan baik. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuk mulai melakukannya, dengan cara lebih aktif membantu rakyat Irak dan Palestina untuk mengurangi kesengsaraannya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home