28 March 2004

Blessing in Disguise Musibah Penyakit Demam Berdarah

Musibah demam berdarah di Indonesia ternyata meningkatkan perhatian masyarakat Internasional tentang Indonesia, walaupun ke arah yang tidak kita inginkan. Guardian, sebuah surat kabar terkemuka di Inggris misalnya mulai mengisi beberapa kolomnya dengan berita tentang demam berdarah di Indonesia (Guardian, 27 February 2004, halaman 30). WHO juga telah mencamtumkan outbreak penyakit DBD ini di halaman terdepan website-nya.

Serangan penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi belakangan ini juga ternyata secara tidak langsung membawa dampak positif terhadap sektor kesehatan. Bagaimana tidak, perhatian berbagai kalangan terhadal kesehatan, dan pelayanan kesehatan menjadi berlipat ganda karenanya. Presiden RI Megawati Sukarnoputri dikabarkan terkejut mendengar besarnya jumlah penderita demam berdarah. Wakil Presiden Hamzah Haz meluangkan waktu untuk menjenguk pasien demam berdarah di rumah sakit, seraya mengungkapkan bahwa anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan masih sangat rendah dan berjanji akan meningkatkan anggaran dalam APBN berikutnya menjadi sekitar 10-15 % dari total APBN (Kompas, 28 February 2004). Semua pihak menjadi kalang-kabut karena datangnya musibah ini. Mungkin ini blessing in disguise, hikmah yang dapat kita ambil dari musibah demam berdarah yang dahsyat menimpa bangsa Indonesia.

Selama ini sektor kesehatan belum mendapat perhatian yang cukup dari berbagai kalangan, termasuk diantaranya para politisi dan orang-orang yang memegang kendali pemerintahan kita. Walaupun banyak politisi telah mengatakan bahwa sektor pendidikan dan kesehatan adalah merupakan sektor prioritas yang akan mendapatkan perhatian lebih dari sektor-sektor lainnya, nampaknya hal ini belumlah menjadi kenyataan. Hal ini bisa dilihat dari kecilnya kontribusi pemerintah dalam pembiayaan sektor kesehatan. Dalam World Health Report 2003 yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) diungkapkan bahwa pemerintah RI hanya mengalokasi 3% dari keseluruhan anggaran pemerintah ke sektor kesehatan. Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang mengalokaikan 5.9% anggaran pemerintahnya untuk sektor kesehatan, Malaysia yang 6.5%, Philipina 6.2%, bahkan Vietnam dengan alokasi anggaran sebesar 6.1% dari total seluruh anggaran pemerintahnya. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat akhir dari rangking tersebut, yang hanya kalah dari Tuvalu 2.9% dan Nigeria 1.9%.

Perlu diingat bahwa angka yang disebutkan di atas adalah proporsi anggaran pemerintah yang dikeluarkan pada sektor kesehatan. Jika proporsi tersebut diterjemahkan ke dalam jumlah nominal, mungkin kita akan lebih tercengang melihatnya. Dalam laporan WHO tersebut, untuk setiap penduduk Indonesia, pemerintah hanya mengalokasikan US$ 4 (sekitar Rp 34.000*) per tahun untuk sektor kesehatan. Jangan iri jika kita bandingkan hal ini dengan negara jiran kita Malaysia yang pemerintahnya mengalokasikan US$ 77 (Rp. 654.000) per tahun per kapita. Belum lagi jika kita ingat ucapan Begawan Ekonomi Indonesia Prof Sumitro Djojohadikusumo almarhum, bahwa inefesiensi anggaran di Indonesia akibat korupsi dan hal-hal lainnya mencapai 30% dari keseluruhan anggaran pemerintah. Jika demikian, berapa jumlah yang diterima langsung oleh rakyat Indonesia? Tanpa menghitung ‘inefisiensi’ saja, anggaran yang ada di pemerintah hanyalah cukup untuk membeli beberapa mangkuk bakso!

Rendahnya prioritas pemerintah pada sektor kesehatan ini sangatlah tidak bisa dimengerti mengingat kesehatan (dan tentu saja pendidikan) adalah modal kita untuk dapat menghasilkan generasi yang dapat bersaing, apalagi di era globalisasi belakangan ini. Dunia pendidikan sudah mendapat komitmen dari penyelenggara negara melalui amandemen UUD 45 untuk mendapat alokasi anggaran 20% dari seluruh anggaran yang ada, walaupun pada kenyataannya hal ini belum dapat menjadi kenyataan. Sektor kesehatan belumlah seberuntung sektor pendidikan yang mendapat ‘janji’ tersebut.

Memang pernah ada upaya untuk mendapatkan komitmen dari kepada daerah tingkat II dan kotamadya untuk mengalokasikan 15% dari anggaran pembangunan mereka untuk sektor kesehatan. Departemen kesehatan RI juga telah menetapkan bahwa kemampuan mendapatkan alokasi anggaran sebesar 15% pada APBD kabupaten/kota adalah merupakan salah satu target yang hendak dicapai dalam “Visi Indonesia Sehat 2010”.

Profesor Ascobat Gani, pakar ekonomi kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, pernah menyatakan bahwa jaminan alokasi anggaran tersebut bukanlah hal utama. Yang terpenting menurut beliau adalah tercukupinya kebutuhan utama penyelenggaraan layanan kesehatan masyarakat, tidak peduli berapa besar proporsi alokasi dana yang diberikan. Tentu saja yang dimaksud di sini adalah tercukupinya kebutuhan untuk memenuhi tugas utama pemerintah memberikan pelayanan Public Goods pada masyarakat. Pelayanan yang bersifat public goods adalah pelayanan bersifat umum, yang penyenggaraannya tidak bisa dialihkan sepenuhnya kepada pihak swasta atau masyarakat sendiri. Contoh pelayanan yang bersifat public goods adalah imunisasi polio, dan pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk demam berdarah. Pelayanan lain yang bersifat ‘private goods’, yaitu pelayanan kuratif pada umumnya, dapat diserahkan pelaksanaannya institusi pemerintah dengan menerapkan tarif yang pantas pada masyarakat dengan dibantu oleh pihak swasta.

Namun demikian, semua pembicaraan itu selama ini hanya mengalir dalam wacana pembicaraan di ruang-ruang kuliah, berbagai seminar, dan di kalangan departemen kesehatan. Komunikasi kebutuhan sektor kesehatan ini belum dapat muncul di pembicaraan pada lingkaran elit pemerintahan, sehingga tidaklah dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan dan penganggaran pemerintah. Selama ini pernyataan banyak politisi bahwa pemerintah memperhatikan sektor kesehatan hanyalah terbatas slogan dan Lips service semata.

Musibah demam berdarah yang mendera Indonesia belakangan ini seakan menjadi jembatan komunikasi hal tersebut. Kesehatan menjadi buah bibir masyarakat, pers, dan politisi. Penderitaan hebat dan hilangnya banyak nyawa menjadi pencetus munculnya pembicaraan ini di tingkat nasional. Terima kasih pada pihak pers nasional yang telah menjalankan fungsinya mengangkat hal-hal yang memang penting dan perlu dikemukakan ke masyarakat umum.

Terima kasih penyakit Demam Berdarah, engkau telah menyadarkan kita semua akan pentingnya nilai kesehatan. Mudah-mudahan penderitaan dan hilangnya nyawa manusia Indonesia akibat penyakit ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Mudah-mudahan ungkapan Wapres di atas tadi bisa menjadi kenyataan.

* 1 US$ = Rp. 8500

 

0 Comments:

Post a Comment

<< Home